Radar Nusantara, Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian memberikan atensi terhadap tingkat realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) seluruh pemerintah daerah (Pemda). Dirinya memaparkan 10 daerah dengan kinerja realisasi APBD terbaik hingga yang perlu mendapat koreksi.
Hal itu disampaikan Mendagri pada Rapat Koordinasi Percepatan Realisasi APBD Tahun 2025 yang berlangsung secara virtual dari Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Kamis (8/5/2025). Kegiatan ini diikuti oleh seluruh Pemda.
Dia menegaskan, belanja pemerintah termasuk di daerah berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Sebab, belanja tersebut dapat meningkatkan jumlah uang yang beredar, sehingga daya beli masyarakat menguat. Selain itu, belanja pemerintah juga berperan sebagai penggerak bagi tumbuhnya sektor swasta.
“Saya melihat bahwa pertumbuhan ekonomi sangat didukung sekali oleh konsumsi rumah tangga selain faktor-faktor lain, 50 persen lebih adalah konsumsi rumah tangga,” jelasnya.
Lebih lanjut, dirinya mengapresiasi daerah-daerah yang realisasi APBD-nya masuk dalam kategori tertinggi. Mendagri juga memberikan catatan kepada daerah yang realisasi APBD-nya berada dalam kategori terendah.
Berdasarkan data Kemendagri yang diolah pada 7 Mei 2025, Mendagri membeberkan 10 daerah dengan realisasi pendapatan tertinggi. Misalnya di tingkat provinsi, yaitu Papua Tengah 39,08 persen, Kalimantan Barat 35,92 persen, Jawa Barat 32,94 persen, Sumatera Utara 30,65 persen, Daerah Istimewa Yogyakarta 29,76 persen, Sulawesi Selatan 29,11 persen, Gorontalo 28,84 persen, Kalimantan Utara 28,76 persen, Kepulauan Bangka Belitung 27,64 persen, dan Bali 27,50 persen.
Kemudian di tingkat kabupaten, yaitu Sumbawa Barat 46,96 persen, Tanah Laut 37,04 persen, Ciamis 36,34 persen, Barito Kuala 35,08 persen, Garut 34,70 persen, Ponorogo 34,48 persen, Melawi 34,17 persen, Puncak 33,89 persen, Malang 33,70 persen, dan Magetan 33,19 persen. Sementara di tingkat kota, yaitu Denpasar 34,52 persen, Baubau 33,95 persen, Banjarbaru 33,80 persen, Bukittinggi 33,33 persen, Batam 32,80 persen, Padang Panjang 32,67 persen, Banjar 32,53 persen, Tangerang Selatan 32,44 persen, Cimahi 30,95 persen, dan Payakumbuh 30,75 persen.
Sedangkan 10 provinsi dengan realisasi pendapatan terendah, yakni Papua Pegunungan 7,24 persen, Lampung 8,83 persen, Papua Barat Daya 9,25 persen, Bengkulu 9,85 persen, Papua 11,37 persen, Riau 12,34 persen, Jawa Tengah 12,72 persen, Aceh 13,30 persen, Papua Barat 15,96 persen, dan Sulawesi Barat 16,51 persen.
Kemudian di tingkat kabupaten, yakni Batanghari 0,14 persen, Jayawijaya 0,35 persen, Lumajang 1,11 persen, Empat Lawang 2,38 persen, Mimika 3,14 persen, Semarang 3,81 persen, Cilacap 4,24 persen, Pakpak Bharat 4,31 persen, Aceh Tenggara 6,12 persen, dan Aceh Selatan 6,28 persen. Sementara di tingkat kota, yaitu Tual 0,19 persen, Subulussalam 7,38 persen, Yogyakarta 9,37 persen, Pematangsiantar 10,54 persen, Sungai Penuh 13,49 persen, Samarinda 14,45 persen, Bontang 14,62 persen, Tebing Tinggi 14,82 persen, Lhokseumawe 14,88 persen, dan Cirebon 15,72 persen.
Adapun 10 provinsi dengan realisasi belanja tertinggi, yakni Jawa Barat 21,91 persen, Daerah Istimewa Yogyakarta 21,73 persen, Sumatera Utara 20,64 persen, Banten 20,16 persen, Kepulauan Bangka Belitung 20,08 persen, Nusa Tenggara Barat 19,70 persen, Sulawesi Barat 18,84 persen, Gorontalo 18,45 persen, DKI Jakarta 18,00 persen, dan Sulawesi Selatan 17,65 persen.
Kemudian untuk kabupaten, yaitu Ciamis 33,42 persen, Pati 27,74 persen, Banyuwangi 27,06 persen, Sumbawa Barat 26,23 persen, Madiun 25,85 persen, Purbalingga 25,43 persen, Aceh Besar 25,39 persen, Wonogiri 25,35 persen, Bantul 25,15 persen, dan Ponorogo 24,96 persen. Sementara di tingkat kota, yakni Dumai 24,99 persen, Ternate 24,35 persen, Salatiga 23,83 persen, Cimahi 23,59 persen, Banjar 23,48 persen, Padang Panjang 23,34 persen, Banda Aceh 22,80 persen, Serang 22,77 persen, Batam 22,51 persen, dan Sukabumi 21,98 persen.
Sedangkan 10 provinsi dengan realisasi belanja terendah, yakni Papua Tengah 4,69 persen, Lampung 5,67 persen, Papua Selatan 5,90 persen, Papua Barat 6,88 persen, Jawa Tengah 6,99 persen, Kalimantan Timur 7,39 persen, Sumatera Selatan 9,59 persen, Papua Barat Daya 9,65 persen, Riau 10,87 persen, dan Aceh 11,13 persen.
Kemudian di tingkat kabupaten, yaitu Empat Lawang 1,69 persen, Buton Selatan 1,91 persen, Mamberamo Raya 2,17 persen, Keerom 2,41 persen, Lebong 2,45 persen, Dogiyai 2,51 persen, Lumajang 2,54 persen, Boven Digoel 3,08 persen, Muara Enim 3,35 persen, dan Aceh Selatan 3,40 persen. Di tingkat kota, yaitu Subulussalam 3,95 persen, Yogyakarta 6,39 persen, Pematangsiantar 7,91 persen, Samarinda 9,48 persen, Gunungsitoli 10,24 persen, Cirebon 10,71 persen, Tual 11,83 persen, Pagar Alam 12,30 persen, Sungai Penuh 12,57 persen, dan Tanjung Balai 13,26 persen.
Dalam kesempatan itu, Mendagri juga menyinggung soal peran Pemda dalam menyukseskan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Sebagai bentuk dukungan konkret, Mendagri telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 500.12/2119/SJ tentang Dukungan Pemerintah Daerah dalam Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi.
“Tentunya kita harus dorong, kita dukung Kepala Badan Gizi Nasional agar terjadi percepatan untuk realisasi, artinya program-program beliau harus bisa dipercepat,” imbuh Mendagri.
Dalam rapat itu, turut hadir secara virtual Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Hendrar Prihadi, dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti. Sementara itu, Mendagri didampingi oleh para pejabat pimpinan tinggi madya di lingkungan Kemendagri secara langsung. Adapun peserta rapat meliputi seluruh gubernur, bupati, dan wali kota se-Indonesia beserta jajaran masing-masing.