Radar Nusantara, Bandung, Jawa Barat – Pada pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan mengharuskan penggunaan harta bersama dilakukan suami atau istri atas dasar persetujuan kedua belah pihak. Artinya, jika ditafsirkan secara a contrario, Pasal 36 ayat (1) UU Perkawinan melarang penggunaan harta bersama tanpa persetujuan dari pasangan suami/istri.
BACA JUGA : KETIDAKMAMPUAN SESEORANG MEMBAYAR UTANG TIDAK DAPAT DILAPORKAN DUGAAN TINDAK PIDANA PENIPUAN
Berita Lainnya
Menurut Ahli Hukum Subekti dalam Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 34) membedakan utang menjadi untuk suatu utang pribadi harus dituntut suami atau istri yang membuat utang tersebut, sedangkan yang harus disita pertama-tama adalah benda prive (benda pribadi).
Sebagai informasi juga bahwa bila ada harta bersama yang digunakan istri sebagai jaminan tanpa persetujuan istri/suami maka itu tidak sah.
Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Putusan MA No. Reg: 2691 PK/Pdt/1996 yang menyatakan bahwa: “Tindakan terhadap harta bersama oleh suami atau istri harus mendapat persetujuan suami istri.”
BACA JUGA : Anak Berstatus WNA Tetap Berhak Menjadi Ahli Waris Dari Pewaris Yang Berstatus WNI
Mahkamah Agung lebih lanjut berpendapat bahwa, karena belum ada persetujuan istri maka tindakan seorang suami yang membuat perjanjian atas harta bersama (tanah) adalah tidak sah menurut hukum.