Home / Radar Tni Dan Polri / Advokat Alfan Sari Mohonkan Perlindungan Hukum bagi Tukang Las ke Polres Bogor

Advokat Alfan Sari Mohonkan Perlindungan Hukum bagi Tukang Las ke Polres Bogor

Advokat Alfan Sari Mohonkan Perlindungan Hukum bagi Tukang Las ke Polres Bogor

Namun sepanjang berjalannya kerja sama sebagaimana perjanjian yang disepakati secara lisan tersebut, Koh Gun tidak pernah menjelaskan teknis atau tata cara pembagiannya. “Bukan hanya saya yang bingung dan tidak pernah merasakan bagi hasil sebagai pengelola toko material tersebut, Pak Dedi yang awalnya disebut juga untuk mendapatkan bagian 10% sebagaimana yang dijanjikan, beliau juga tidak pernah tahu teknis pembagian dan tidak pernah menerima buah dari perjanjian sebagaimana yang disepakati bersama tersebut,” sebut Lili.

Pada awal operasional TB Sukses Bersama, Lili di-supply modal dalam bentuk barang material oleh Koh Gun senilai kurang lebih sekitar 30.000.000,- (Tiga puluh juta rupiah). Lili mengaku tidak tahu persis berapa nilai barang-barang yang di-supply ke toko bangunan yang dikelolanya itu.

“Saya kurang paham berapa nilai barang-barang yang di-supply ke toko, karena saya menjual barang dengan cara ‘men-scan’ barcode setiap barang yang sudah dipatok harganya sesuai barcode, saat dijual. Setiap pengambilan uang hasil penjualan diambil Koh Gun dan atau Koh Atong selalu berdasarkan nilai barang yang sudah di-barcode,” tutur Lili dengan menambahkan bahwa belakangan Koh Atong juga menitipkan barang materialnya untuk dijualkan di toko bangunan Koh Gun yang dikelolanya.

Persoalan mulai muncul ketika Lili merasa dirugikan karena tidak mendapatkan bagi hasil yang dijanjikan, dan sisa uang pinjaman yang belum dilunasi Koh Gun, plus upah kerja memasang canopi, pintu besi lipat, pagar/teralis, rak besi, etalase belum dibayarkan. Sang tukang las keliling itupun meminta mengundurkan diri dari kerja sama pengelolaan toko bangunan Koh Gun.

Bukannya meluluskan permohonan Lili untuk mundur dari pengelolaan toko bangunannya dan membayarkan utang-utangnya, Koh Gun malah menuduh Lili melakukan penggelapan atas barang-barang material yang di-supply ke toko bangunannya. Padahal, menurut pengakuan Lili, dia tidak melakukan penggelapan barang-barang yang ada di toko, karena semua uang hasil penjualan selalu diambil Koh Gun dan atau Koh Atong sesuai harga yang tertera di barcode setiap item barang yang terjual.

“Jika dihitung dari nilai keseluruhan modal yang diberikan berikut uang yang sudah ditarik sesuai harga banderol yang sudah ditentukan oleh mereka di setiap item material sesuai barcode, dapat diperkirakan modal yang masih tersisa utuh di toko material tersebut kurang lebih sekitar Rp. 80.000.000 (delapan puluh juta rupiah) lagi. Silahkan mereka bisa ambil kapan saja, tapi bagaimana dengan hak-hak saya yang belum dibayarkan berikut jasa pengerjaan las serta uang saya yang pernah dipinjam yang belum dilunasi semua oleh Koh Gun?” kata Lili memelas.

BACA JUGA : Kongres Advokat Indonesia, DPD Jawa Barat Mengutuk Keras Tindakan Penganiayaan Terhadap Advokat

Terkait dengan kasus yang terkesan sebagai kesewenang-wenangan pengusaha terhadap masyarakat kecil yang tidak berdaya, Advokat H. Alfan Sari, S.H., M.H. meminta agar Polres Bogor bertindak professional, adil, dan melindungi warga yang terzolimi. “Sebagai kuasa hukum Lili, saya mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Kapolres Bogor. Saya berharap Kapolres dapat merespon permohonan ini dan menghadirkan keadilan bagi klien saya yang nyata-nyata terzolimi dalam kasus tersebut,” ungkap Bang Alfan.

Sementara itu dari Jakarta, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, yang dimintai komentarnya atas kasus ini menyampaikan bahwa dirinya sangat sedih melihat warga termarginalkan selalu menjadi korban kezoliman para pengusaha tamak dimana-mana. Untuk itu, wartawan nasional yang dikenal getol membela masyarakat terzolimi di berbagai tempat itu meminta agar Polri dapat bersikap mengayomi semua pihak ketika menangani perkara pertikaian yang dilaporkan ke aparat penegak hukum.

“Polri semestinya bersikap netral, adil, dan mengayomi semua pihak saat menangani perkara yang dilaporkan ke mereka. Artinya polisi jangan sampai terjebak dalam pola-pola buruk yang selama ini menjadi budaya dalam penanganan perkara, yang berkuasa dan beruang diperhatikan kepentingannya, sementara masyarakat kecil yang tidak berduit dikorbankan tidak mendapatkan haknya atas keadilan di negeri ini,” sebut Wilson Lalengke sembari menambahkan bahwa polisi yang professional dapat membedakan perkara perdata versus pidana dan menerapkan aturan hukum dengan benar. (APL/Red)

Halaman: 1 2

Tag:

Satu Komentar

Tinggalkan Balasan

Iklan
Iklan