“Surat jawaban KPNL terkait besaran PNBP telah dikirim ke Kodam, dan surat itu dihadirkan dalam persidangan sebagai bukti. Kalau kita kaitkan apabila KPKNL tidak memberikan kesimpulan. Tetapi dari sisi pembuktian, bukti itu bisa kita lihat mendukung Penggugat maupun Turut Tergugat. II,” ujar Yafeti.
Dan fakta bahwa dengan adanya surat pengajuan Kodam ke KPKNL, setelah CV.Kraton Resto bersurat ke Kodam, ini menunjukan CV.Kraton Resto sudah menjalankan prosedur sesuai mekanisme yang ada.
Yafeti menerangkan PNBP periode kedua, merupakan kewajiban CV.Kraton Resto sama halnya PNBP periode pertama yang sudah dibayarkan CV.Kraton Resto untuk periode 2017 – 2022, dan untuk periode 2022 – 2027 pun CV.Kraton Resto siap membayarnya.
“Kita sudah serahkan selain daripada emas, juga bentuk cek Rp.450 Juta, kita semua udah berikan, namun cek ditolak oleh Aslog Kolonel CZI Srihartono tanpa alasan yang bisa diterima. Jadi perbuatan Kodam bisa kita kategorikan adalah wanprestasi terhadap negara karena tidak menerima pendapatan yang semestinya untuk negara,” terangnya.
Yafeti juga menjelaskan Kodam menyegel atau menutup restoran Sangria by Pianoza, dirasa sangat aneh, padahal jika pihak Kodam berniat membayar nilai PNBP tersebut tidaklah sulit mengingat Tergugat II (Effendi) telah memberikan jaminan berupa emas.
“Pihak Kodam tanpa memberi kesempatan pihak Tergugat II membayar PNBP, sehingga maksud Tergugat II untuk segera membayar PNBP terkesan dihalangi pihak Kodam dan diduga ada unsur kesengajaan untuk menutup restoran. Atas dugaan perbuatan melawan hukum tersebut, Tergugat II mengadukan Kodam V/Brawijaya ke Puspomad terkait dengan penutupan paksa resto Sangria dengan alasan Tergugat II belum menyelesaikan kewajibannya,” ucap Yafeti.
Terkait kesimpulan yang diberikan Kodam V/Brawijaya ke majelis hakim dalam sidang hari ini, Yafeti mengatakan tidak tahu apa yang menjadi kesimpulan nya. Namun kalau menilai ucapan kuasa hukum Kodam, Letda Lamani, Kodam sesuai dengan temuan fakta dalam persidangan.
BACA JUGA : Para Saksi Menguatkan Ellen Sulistyo Diduga Wanprestasi
“Dari fakta persidangan, antara Kodam dengan Ellen Sulistyo itu tidak ada hubungan hukumnya, yang ada hubungan hukumnya adalah Kodam dan Penggugat dan Tergugat II dalam hal mengenai pemanfaatan lahan itu,” terang Yafeti.
Terkait adanya istilah MOU dan SPK dalam kerjasama Kodam dan Penggugat yang diwakili Tergugat II, Yafeti mengatakan dari sisi fakta – fakta persidangan bahwa ahli yang dihadirkan Dr.Krisnadi, Lektor kepala Untag Surabaya, menyatakan surat perjanjian SPK dan MOU dalam bahasa Indonesia tertulis kerjasama dan kesepakatan adalah suatu keterkaitan yang tidak bisa dipisahkan antara satu sama yang lain, karena di dalam pasal – pasal itu tertera periodesasi dalam hal penggunaan lahan.
“Artinya MOU itu bukan Memorandum of Understanding (MoU) karena tidak ada kata – kata itu maupun terjemahannya, yaitu “Nota Kesepahaman” seperti yang di tafsirkan secara tidak berdasar oleh ahli Tergugat I, Dr.Gansham. Namun itu merupakan kesepakatan atau perjanjian pada hakikatnya saling terkait dengan SPK/05/XI/2017 dan tidak bisa secara sepihak dinyatakan tidak berlaku, karena tidak ada pembatalan dalam SPK/05/XI/2017 terkait MOU/05/IX/2017, artinya tidak ada legalitas yang menyatakan bahwa ada SPK yang berlaku dan MOU yang tidak berlaku. Kedua surat itu adalah saling terkait dan saling mengikat begitu kira – kira dari sisi itu yang saya tanggapi,” ujar Yafeti.
Yafeti juga menjelaskan bahwa namanya perjanjian apabila itu dilaksanakan sebagaimana dalam suatu perjanjian maka itu adalah prestasi, tetapi apabila itu tidak dilaksanakan maka itu adalah wanprestasi.
Yafeti hanya tersenyum simpul ketika ditanyakan apakah ada hubungan antara Ellen Sulistyo tidak membayar PNBP walaupun sudah jelas tertera dalam kewajiban sesuai perjanjian nomor 12 dengan perbuatan Kodam yang “menyembunyikan” besaran PNBP dan tetap menutup restoran walaupun telah meminta jaminan kepada CV.Kraton Resto.
2 Komentar