Oleh : Andre Vincent Wenas
Radar Nusantara, Garut, Jawa Barat – Tiga king-maker, itu yang senyatanya sedang “adu strategi” untuk memenangkan pemilu mendatang. Surya Paloh, Megawati dan Jokowi. Mau diperlembut dengan euphemisme seperti “hubungan mereka baik-baik saja kok” ya boleh-boleh saja. Dan memang semestinya begitu. Rivalitas dalam pilpres tak perlu menjadi permusuhan yang mendalam, apalagi turun temurun.
Berita Lainnya
Tidak ada pilihan yang ideal. Dalam prinsip moral disebut kondisi ‘minus malum’ (harus memilih diantara pilihan-pilihan buruk yang tersedia). Tentu kita akan memilih yang paling sedikit buruknya. Tidak ideal memang, tapi itulah realitas yang diperhadapkan pada kita.
Paling sedikit konstelasi buruknya, yang diperlengkapi dengan daya kritis publik (kontrol sosial) diharapkan pemerintahan berikutnya masih bisa berjalan dalam rel yang semestinya.
Masing-masing king-maker ini membawa tiga pasang capres-cawapres yang akan dikonteskan. Ya, ini kontestasi, adu cantik bukan adu jotos ala gladiator di arena pasir. Pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, lalu Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
BACA JUGA : Pak Prabowo, Mas Ganjar & Bang Anies
Siapa diantara pasangan ini yang kita anggap paling bisa meneruskan kinerja baik pemerintahan yang sekarang. Karena kita tahu pemerintahan Jokowi punya approval-rate paling tinggi di dunia di akhir masa jabatannya.
Kita para penonton sekaligus pemandu sorak berada di pinggiran “cat-walk”, tempat mereka bertiga berlenggak-lenggok. Boleh bersorak sorai, namanya juga para pemandu sorak, tapi tetap dalam koridor etika, jaga etiket, tingkah laku kepantasan sebagai manusia politik yang sama-sama sedang mengawal ‘bonum-publicum’ (kesejahteraan bersama).
Kontestan pertama diorkestrasi oleh Surya Paloh. Pasangan Anies Bawedan dan Muhaimin Iskandar ada dalam perahu besar Nasdem dengan nakhoda Surya Paloh. Sedangkan PKB dan PKS adalah dua sekoci yang mengawalnya.