Oleh: Andre Vincent Wenas
Radar Nusantara, Bandung – Jakarta sudah sumpek, apa maksudnya? Maksudnya simple saja, semuanya mau berjubel berdesakan di Jakarta, jumlah penduduk sekitar 11 juta orang di kawasan seluas 661,5 kilometer persegi. Artinya sekitar 16.155 orang setiap kilometer perseginya.
Semua mesti berbagi untuk kegiatan bisnis atau usaha, sekolah, olah raga, demonstrasi politik, wisata atau hiburan sampai kegiatan religi dan lain sebagainya. Padat dan sumpek.
Akhirnya “beban” Jakarta itu ikut ditopang oleh wilayah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan belakangan Cianjur (JaBoDeTaBekJur). Kawasan ini dibentuk pada tahun 1976 melalui Keputusan Presiden No.13 sebagai jawaban atas kebutuhan untuk menopang pertumbuhan penduduk ibu kota.
Pemerintah Indonesia membentuk Badan Kerjasama Pembangunan Jabotabek dari sekretariat bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat. Kemudian setelah Provinsi Banten terbentuk, maka kerjasama juga dengan provinsi baru tersebut.
Jumlah penduduk wilayah metropolitan Jakarta (JaBoDeTaBekJur), dengan luas 6.437,68 kilo meter persegi adalah 31,24 juta menurut Sensus Penduduk Indonesia 2020, menjadikannya sebagai kawasan terpadat di Indonesia, sekaligus kawasan perkotaan terpadat kedua di dunia setelah Tokyo.
Setelah sibuk menopang Jakarta, mulai tahun 2021 pemerintah Provinsi Jawa Barat bermaksud mengembangkan wilayah aglomerasi lainnya yang bakal menjadi sentra pertumbuhan ekonomi baru. Kawasan Rebana yang mencakup 7 kabupaten-kota. Masing-masing adalah Kota dan Kabupaten Cirebon, Indramayu, Kuningan, Majalengka, Subang dan Sumedang.
Awalnya di tahun 2021 Gubernur Ridwan Kamil menugaskan Ir. Bernardus Djonoputro sebagai kepala Badan Pengelola (BP) Kawasan Rebana. Kemudian di tahun 2025 Gubernur Jawa Barat yang baru Dedi Mulyadi menugaskan Helmy Yahya sebagai Kepala BP Kawasan Rebana yang baru.
Pembentukan Badan Pengelola Kawasan Rebana ini adalah untuk akselerasi implementasi Rencana Induk Percepatan Pembangunan (RIPP) dan Rencana Aksi Pengembangan (RAP) Kawasan Rebana melalui peningkatan pelayanan penanaman modal/investasi, serapan tenaga kerja, pembangunan infrastruktur pendukung kawasan, serta upaya percepatan pembangunan ekonomi lainnya di kawasan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi kawasan.
Seperti telah kita ketahui, wilayah aglomerasi adalah kawasan yang terbentuk dari kumpulan beberapa kota dan kabupaten yang saling berdekatan dan memiliki keterkaitan fungsional, meskipun berbeda secara administratif.
Tujuannya adalah menjadi satu pusat pertumbuhan ekonomi berskala global yang menyatukan pengelolaan, mengintegrasikan berbagai layanan seperti transportasi, dan mensinkronkan rencana pembangunan antara wilayah-wilayah tersebut untuk mendorong efisiensi dan pembangunan berkelanjutan.
Adapun tujuan pembentukan wilayah aglomerasi adalah untuk meningkatkan efisiensi ekonomi melalui pertukaran sumber daya dan pengelompokan kluster perusahaan. Menyelaraskan dan mengoordinasikan rencana tata ruang dan pembangunan di antara daerah yang terlibat. Terjadi sinkronisasi.
Menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi dan pertumbuhan bisnis melalui pengelompokan kegiatan ekonomi. Meningkatkan koordinasi dalam penyediaan layanan publik seperti transportasi, pengelolaan sampah, dan lingkungan hidup.
Dalam Kawasan Rebana ini sudah ada pelabuhan udara (airport) berkelas internasional di Kertajati yang disesain untuk berbagi peran dengan Cengkareng. Lalu pelabuhan laut Patimban, yang dimasudkan untuk berbagi peran dengan kesibukan Tanjung Priok.
Wilayah Rebana ini sudah ditembus dengan jalur Tol Cipali dan jalur kereta api ke arah barat maupun timur. Jadi praktis wilayah Rebana ini boleh dikatakan tidak terisolasi lagi.
Kita mengerti bahwa dengan dibangunnya Pelabuhan udara dan Pelabuhan laut serta jalur-jalur kereta api serta alternatif jalan darat lainnya telah memungkinkan transportasi murah untuk mengangkut barang dan orang ke dan dari berbagai penjuru. Efisiensi serta efektivitas ekonomi jadi mungkin.
Infrastruktur dasar transportasi (darat, laut, udara) telah tersedia. Adalah tugas pemerintah daerah (tingkat provinsi maupun kabupaten) untuk sesegara mungkin mengaktivasi perekonomian daerah secara agresif demi mengejar pertumbuhan ekonomi “double digit” secepat mungkin.
Memang kerap terjadi apa yang disebut “ego-sektoral” yang berakibat terhambatnya pembangunan di wilayah tersebut. Di sinilah tugas Badan Pengelola Kawasan Rebana untuk merobohkan tembok-tembok ego-sektoral tadi. Sekaligus membawa pemain-pemain global untuk berkiprah secara positif di kawasan Rebana ini.
Infrastruktur lainnya mesti segera dikembangkan. Hotel dengan berbagai kelas (kelas Bintang dan Melati) mesti disiapkan. Rumah sakit, sekolah-sekolah terutama yang vokasional, dan lain sebagainya. Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) di masing-masing Kabupaten dan Kota mesti disinkronisasi dengan RTRW Provinsi dan Pusat, lalu dipercepat realisasinya.
Mengundang dan mem-fasilitasi investor-investor yang berminat untuk menanamkan modalnya di sentra-sentra perekonomian yang terkoordinasi secara rapih adalah mutlak. Hapus pungli dan berbagai pungutan liar yang disebabkan berbagai benturan kepentingan partai-partai politik pendukung Bupati atau Walikota. Itu semua pritilan yang sangat menjengkelkan serta bikin frustrasi banyak investor yang lebih memilih menanamkan modalnya di Vietnam dan negara-negara ASEAN lainnya.
Indonesia saat ini sedang gencar-gencarnya mengembangkan IKN di Kalimantan Timur. Itu bisa menjadi inspirasi seluruh kepala daerah, untuk bekerja secara total dan tidak setengah-setengah.
Untuk Kawasan Rebana yang diproyeksikan menjadi motor penggerak ekonomi melalui pengembangan industri, logistik, dan pariwisata di Jawa Barat, yang bakal ditopang oleh tiga hub utama: Pelabuhan Patimban (Subang), Bandara Internasional Kertajati (Majalengka), dan Pelabuhan Cirebon.
Dari ketiga hub ini mulailah pikirkan untuk sekaligus mengembangkan industry pariwisata sabagai etalase kawasan. Potensi pariwisata di Rebana meliputi wisata alam di Gunung Ciremai (Kuningan) dan Gunung Tangkuban Perahu (Subang), wisata budaya batik di Cirebon, serta daya tarik Bendungan Jatigede, serta banyak lagi lainnya.
Kreativitas dan kecerdasan untuk membangun narasi yang pas serta menjual mesti didukung kesiapan paket-paket wisata yang menarik. Banyak artefak-artefak peninggalan sejarah yang kalau dibangun narasi historis yang memikat bisa mendatangkan banyak wisata untuk berkunjung.
Percepatan pembangunan Kawasan Rebana telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2021. Untuk potensi dan prospek investasi ditargetkan untuk pengembangan industri semikonduktor, elektronika, petrokimia, dan pusat riset teknologi digital. Ambisius, tapi beralasan dan mungkin saja.
Dengan demikian diharapkan Kawasan Rebana dapat memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat dan menjadi mesin baru pembangunan nasional. Perlu ketekunan, disiplin dan kreativitas untuk membuka kesempatan-kesempatan bisnis baru di kawasan Rebana ini.
Pepatah Sunda bilang, “Sacangreud pageuh sagolek pangkek.” (Apa yang kita lakukan harus diiringi dengan komitmen dan konsisten). Banyak tantangan, tetaplah semangat, “Cai karacak ninggang batu laun laun jadi dekok.” (Harus punya tekad dan semangat yang pantang mundur, seperti air menetes di batu, lambat laun dekok juga).
Jakarta, Sabtu 20 September 2025
Andre Vincent Wenas,MM,MBA., Pemerhati Ekonomi dan Politik, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.
Eksplorasi konten lain dari Radar Nusantara
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.